Tawa matahari
Sekali lagi, lagi lagi gw melihat lawan gw menari nari di
depan mata gw.
oke sebenernya bukan lawan gw banget sih, tapi lawan dari
temen temen gw yang bertanding basket di
babak final ajang sportakuler barusan. kekalahan yang sebenarnya menurut gw sangat pahit, mungkin rasanya
sepahit espresso pertama yang gw cecap saat pertama kali mengenal kopi. membuat
mual dan bersumpah ratusan kali untuk tidak mencobanya lagi (walau nyatanya
sampe sekarang kalo ditawarin mau mau aja)
jadi mereka baru saja kalah dengan perbedaan satu bola atau
2 poin, atau lebih tepatnya dengan skor 36-34 di final men! dan sebenarnya yang
lebih pahit lagi adalah mereka kehilangan angka di menit menit akhir, lalu untuk
menambah sedikit kepahitan, (mungkin ibaratnya setelah disuguhi espresso
pertama kali, bill panjang terpampang karena abis nraktir pasangan) di detik
akhir kita sebenarnya berhasil menyerang dan mendapat kesempatan, dan foul
terjadi disana!!, tetapi wasit berkata lain dan tetap melanjutkan permainan
hingga akhirnya pertandingan berakhir (mungkin seperti saat kita melihat
tagihannya kita melihat pasangan kita ternyata memesan affogatto 8 buah)
okay, setelah peluit berbunyi, lagi lagi gw melihat lawan
menari nari, terjadi sedikit keributan karena salah satu teman gw yaitu Andre
merasa temannya di hina
sedangkan gw yg sedari tadi mendukung dengan penuh semangat dan
passion (sampe pipis 3 kali saking tegangnya,bayangkan hay netyzen!) hanya bisa
tertunduk lesu, melihat teman teman gw terduduk di lapangan, bahkan bukan hanya
mereka saja, tetapi seluruh teman dan kenalan gw yang hadir menonton pun
menundukan kepala di tribun seolah berkata "seharusnya kami yang
bertertiak menang dan berbahagia, bukannya mengheningkan cipta seperti ini!"
duh tapi yah begitulah kejamnya pertandingan, secara positif
mungkin kita bisa katakan bahwa "oh mereka berlatih lebih keras dari kita,
kita harus bekerja lebih keras lagi untuk menang" "oh, kita kurang
bekerja keras tadi pas main, kesempatan selanjutnya pasti kita bisa kalahin
mereka" dan segala untaian kata untuk menenangkan diri sementara dari kekalahan
tapi sayangnya untuk kita tidak ada kesempatan lainnya,
karena ini merupakan tahun terakhir dari kami untuk mengikuti ajang sportakuler,
dan pencapaian basket ini sebenarnya merupakan yang terbaik dibandingkan 2
tahun sebelumnya yang gugur di babak babak awal
Gw berpikir bahwa akan ada tangis, atau kesedihan seperti
yang gw derita tahun lalu saat kalah pertandingan futsal 8-3 di final, tetapi
gw salah mereka hanya tertunduk dan memandang lawan menari nari saja tak ada
yang meneteskan air mata setitik pun, bahkan sejumlah pemain pun sudah menjadikan
kekalahan ini sebagai bahan candaan baru (dan mungkin akan bertahan hingga
beberapa periode) seolah tidak mempedulikan teman gw yang sedang ribut ribut
mencoba menenangkan Andre yang mencak mencak dari tadi
salah satu temen gw pun meledek "duh kok gw gabisa
nangis yah" referensi dari tangis gw tahun lalu.
okay, sebenarnya apa salahnya sih dari nangis, menurut gw
tangis adalah hal yang wajar saat sebuah luka memang benar benar tidak mampu
ditahan lagi.
Gw menangis karena menyesal, gw sudah mengorbankan banyak waktu untuk
berlatih setiap hari, tapi beberapa hari sebelum final gw tidak berlatih
seperti biasa.
Gw menangis karena menyesal karena telah terlalu cepat puas
atas pencapaian tim serabutan ini, yang memiliki mental juara di babak babak
awal tapi tidak dapat dikeluarkan di laga final
Gw menangis atas waktu yang terbuang sia-sia, seolah semua
latihan dan usaha yang kita lakukan itu tidak ada gunanya
Gw menangis karena gw merasa bahwa gw sudah mempertaruhkan
semuanya, gw sudah mengorbankan semuanya demi kemenangan, demi titel juara
Dan kalo gw pikir pikir bukankah kompetisi olahraga itu sama
saja seperti judi? atau bahkan lebih dari judi, karena yang dipertaruhkan
adalah waktu yang notabenenya adalah hal paling berharga di dunia, dialah yang
membeli singapura hingga sebesar ini, wakut juga yang membawa sejumlah negara
adidaya sukses di pasaran. dan sekarang gw telah mempertaruhkan waktu gw Untuk
berlatih, untuk bertanding yang sebenarnya bisa saja opportunity cost nya sangat besar sekali.
tapi toh jatuhnya lebih seperti sistem saham sih karena ada
ilmu yang dapat digunakan untuk "menang"
yah balik lagi. Entah kenapa gw melihat teman teman seperjuangan futsal gw cukup santai menerima
kekalahan final yang cukup memalukan tahun lalu itu. apakah mungkin karena
memang gw saja yang terlalu sensitif, atau mungkin bisa saja karena mereka
tidak mempertaruhkan sebanyak yang gw pertaruhkan disitu
Mungkin juga karena beban yang muncul secara tidak disengaja
karena status kita sebagai tim under-dog di awal awal tapi tiba tiba naik
menjadi salah satu kandidat juara, dan menyebabkan semua teman2 berharap banyak
pada tim kejutan ini.
Tapi mungkin memang gw yang terlalu sensitif saja karena
tidak cuma sekali, tapi dua kali gw menangis karena kalah pada turnamen. saat
itu 2 tahun lalu merupakan turnamen pertama gw di FEM, dan gw sebagai anak baru
berhasil masuk ke dalam tim seorang diri dari angkatan gw dan pergi ke Solo
bersama dengan pemain pemain terbaik IPB. Tapi hasilnya sungguh diluar
ekspektasi kita semua karena kami gagal meraih kemenangan satu pun dan harus
menelan tiga kekalahan sehingga harus pulang lebih awal. Jadilah gw kesal,
sedih, menyesal semua bercampur aduk menjadi tangis yang sangat pahit. mungkin
bukan budayanya untuk menangisi kekalahan di futsal FEM (karena memang tidak
ada gunanya) sehingga tangisan gw pun dijadikan bahan ledekan hingga sekarang
(dan mungkin seumur hidup gw)
balik lagi ke Basket, mereka sudah terlihat lebih tenang
dari sebelumnya tidak ada tangis, atau mungkin sebenarnya hati mereka menjerit
sangat kencang tapi tertahan oleh otak yang berkata "toh hanya
pertandingan olahraga, kalah menang itu biasa"
atau mungkin karena pencapaian ini merupakan pencapaian
terbaik mereka yang berhasil mendapatkan perak setelah sebelum sebelumnya
dikandaskan oleh lawan lawan tangguh dan mereka bersyukur karena mampu
mendapatkan medali (at least!)
mereka mungkin sudah terbiasa dengan kalah menang sehingga
santai saja, mereka juga mungkin sudah memeprtaruhkan waktu mereka bukan hanya
untuk berolahraga saja tapi di hal hal lainnya
sehingga kalah di pasar saham yang ini tidak membuat mereka
bangkrut, toh masih ada tempat lain untuk meraup keuntungan. toh kalo menang
disini kami bersyukur, kalau kalah pun berarti bukan rezeki kami. sungguh beda
sekali dengan gw yang mempertaruhkan semua di pasar saham ini sehingga
kekalahan berasa bangkrut dan hancur, padahal seharusnya gw bersyukur karena
berhasil mendapatkan juara dua tahun lalu, mengalahkan musuh bebuyutan di babak
pertama, perempat final mengalahkan kakak tingkat yang merupakan runner-up
tahun sebelumnya, dan di semifinal mengalahkan kakak tingkat lainnya dalam
sebuah pertandingan dramatis dimana gw berhasil mencetak dua gol
hanya saja memang kurang beruntung bertemu dengan kakak tingkat satu ini yang ternyata merupakan kesatuan yang tangguh dan gw rasa
mereka mempertaruhkan lebih banyak waktu daripada yang kami berikan
yah, untuk apa bertanya tanya, toh memang mental gw masih harus
terus diperbaiki dan di update setiap saat agar tidak tertinggal dari yang lain,
etos kerja, dedikasi, dan komitmen pada satu hal yang mungkin masih sedikit
melempem seperti kerupuk udang yang kecebur parit
atau yaaa memang gw nya saja yang terlalu sensitif
sama seperti lidah gw yang bahkan dapat merasakan pahitnya
espresso pertama gw bahkan sebelum mencecapnya seujung lidah.
uh
sebuah pikiran gila, dan tulisan si orang gila
-R-
*maafkan atas tulisan tulisan gw yang akhir akhir ini rada serius, thinking about opening the second blog for public yang memuat pikiran pikiran terdalam gw, wish it could happening*
btw mari menundukkan kepala sejenak, teman SMP gw baru saja dikabarkan meninggal kemarin sore pukul 18.06 WIB bernama M. Chaidar. semoga amal ibadah beliau diterima oleh Allah swt dan diampuni dari segala dosa
aamiin
"ditulis pada pukul 02.00 AM saat malam berbisik mesra sambil memeluk jiwa ini yang pernah lepas dari arus"
"ditulis pada pukul 02.00 AM saat malam berbisik mesra sambil memeluk jiwa ini yang pernah lepas dari arus"